Friday, April 5, 2013

Try!


Memperjuangkanmu? Apakah tindakanku bisa sehebat itu? Aku terlalu takut. Terlalu nyaman dengan situasi ini. Aku pengecut?

Aku tak terlalu mengerti banyak tentang arti perjuangan. Seperti apa itu? Apa layaknya CaLeg yang berusaha menarik empati rakyat? Atau seperti pahlawan yang ingin memerdekakan negara? Entahlah. Aku hanya mencintaimu diam-diam, seperti yang selama ini ku lakukan.

Kamu pria asing yang ku kenal di lereng gunung Bromo. Jam 3 pagi. Stasiun kereta. Kamu ingat? Ya, gadis kucel yang begitu ingin menemuimu; aku. Bagaimana pertemuan pertama itu bagimu? Biasa sajakah? Sepertinya kejadian itu takkan melekat lama di otakmu. Aku mengerti, aku bukan orang sehebat itu, yang mampu menyita segenap ruang di pikiranmu. Bagaimana mungkin aku bisa menyentuh hatimu?

Kamu pria luar biasa. Aku menyukai siluetmu yang tercipta kala sinar matahari pagi menyentuh wajahmu. Aku bahkan lebih menyukai itu daripada keindahan sempurna yang membentang di seluruh penjuru Bromo. Mungkin kamu menyadari, aku lebih memerhatikanmu daripada gunung itu. Tapi kamu terlalu cuek, dan membiarkanku terus saja mencuri pandang; tersenyum sendirian.

Aku suka mata beningmu, yang kutangkap di pinggiran sungai Brantas. Ketika pandangan kita pertama kali bertemu. Pancaran itu lebih indah dari ribuan cahaya yang memantul di aliran sungai. Lembut namun tegas. Aku juga suka kantung jaket yang kamu kenakan. Ia melindungiku dari dingin. Begitu juga genggaman jemarimu. Mungkin kamu lupa, namun aku masih ingat semua itu.

15 September 2012. BBM pertamamu mencuat dari balik ponselku. Hanya sepenggal kata, "Hai." Siang hari, panas terik, dan seorang asing terus saja melontar pertanyaan tentang kotaku. Bukankah itu mengesalkan? Lebih mengesalkan lagi, aku jadi mencintai perkenalan absurd kita. Jabat tangan yang terjalin di dunia maya.

Kamu heran? Kurasa. Bagaimana mungkin aku bisa mengingat setiap detail tentangmu? Entahlah. Aku hanya memiliki ingatan yang sedikit lebih kuat di setiap memori yang berlabelkan namamu. Mungkin di otakku terdapat sebuah rak besar yang isi setiap filenya adalah tentangmu.

Apakah kamu mengerti? Rasa ini, hanya tertuju padamu. Aku begitu tololkah? Aku bahkan tak ada di pikiranmu. Aku terlalu gilakah? Mengagumimu dengan sangat. Menyayangimu tanpa pernah meminta pamrih. Menyelipkan bayangmu di sela sibukku. Ku rasa kamu takkan pernah melakukan itu padaku. Namun biarlah. Aku menyukai sekelebat rasa ini. Rasa yang takkan pernah sampai di telingamu. Rasa yang mungkin takkan juga muncul di hatimu.

Mengapa rasa ini begitu bodoh? Aku bahkan tak tahu perasaanmu padaku. Cintakah? Atau kamu hanya menganggapku orang asing yang kamu temui di sebuah persimpangan hidupmu? Mengapa aku begitu menjadikanmu seseorang yang paling berarti di hidupku? Tolol! Yah, itu aku. Namun bukan rasa ini. Tak ada kata tolol dalam sebuah perasaan yang tulus, kan?

Langkah apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Memperjuangkan cinta ini? Memberitahumu betapa aku sangat menyayangimu? Haruskah? Salahkah aku bila hanya berdiri di titik ini? Sebuah tempat dimana kamu takkan pernah bisa melihatku. Namun aku bisa dengan jelas menatapmu. Kamu, orang asing yang dengan mudah mencuri hatiku.