Monday, March 18, 2013

Puzzle




Berkali-kali aku melihat jarum jam tanganku, berharap ia tak terlalu cepat berputar dan mengisyaratkan bahwa siang akan segera berganti tugas dengan senja. Sesekali aku mengetukkan sepatuku ke lantai angkot yang kini ku naiki agar rasa resahku berkurang. Namun semuanya tak membuat aku merasa lebih baik. Ingin rasanya aku turun dari kendaraan kaleng ini, dan berlari secepat yang aku bisa; ke kotamu.

Kota itu tak terlalu asing bagiku. Sewaktu kecil, aku sering melewatinya. Namun baru kali ini aku benar-benar menyinggahinya. Ada rasa asing yang tiba-tiba menyeruak dalam hatiku. Tak ada yang ku kenal di sini selain kamu. Namun dimana kamu? Entah berapa kali wanita cantik yang berbicara padaku dan mengatakan bahwa nomormu tak dapat di hubungi. Aku mulai tak dapat mengontrol emosi. Bukan marah, aku hanya tak ingin usahaku menemuimu sejauh ini, segila ini, senekat ini, hanya berakhir sia-sia.

Ku coba menelponmu sekali lagi. Ah, untunglah tak lagi wanita itu yang menjawab telponku. Suaramu yang menelusuri tiap lekuk rongga telingaku terdengar parau. Suara khas orang yang baru bangun tidur. Aku tersenyum kecil; sudah ku duga.

Terkadang aku jengkel dengan rutinitasmu itu. Kamu sering meninggalkan percakapan kita karena kamu tertidur di siang hari dan akan terbangun dikala senja. Menyebalkan memang, ketika seseorang yang tak bisa selalu kamu temui, seseorang yang hanya bisa kamu peluk lewat tulisannya, seseorang yang berjarak ribuan kilometer dari tempatmu berada, membiarkanmu menunggu balasan sms dan BBM darinya berjam-jam, dengan penuh harap, dengan rasa khawatir, dengan berjuta rasa penasaran. Tapi itu jauh lebih baik daripada kamu mengetahui dia mengacuhkanmu karena dia ada urusan dengan wanita lain. Benarkan?

Senyumku melebar ketika ku lihat siluet tubuhmu berada hanya beberapa meter dari tempatku berdiri. Ku dekati kamu, memastikan bahwa pria yang saat ini berada di depanku benar-benar dirimu.

"Kamu ngapain kesini?"

"Untuk menemuimu, bodoh!", kataku dalam hati. Aku tersenyum kecut dan duduk di trotoar, tepat di sampingmu. Aku memperhatikan jalanan, tak kunjung menatap wajahmu yang sudah sangat ku rindukan. Pertanyaanmu barusan agak membuatku jengkel. Apa kamu tak mengharapkan kedatanganku? Apa memang semua yang ku lakukan ini hanyalah sia-sia? Apa harusnya aku tak pernah datang ke kotamu? Menemuimu?

"Kamu sama siapa kesini? Naik apa tadi? Kok sendirian aja? Kenapa ga minta di temenin? Udah makan?"

Ia melontarkan bertubi-tubi pertanyaan padaku. Kini aku mengerti, ia hanya mengkhawatirkanku atas kenekatan ini. Ku palingkan muka dan mulai menatapnya, tepat di depan kedua matanya, "aku merindukanmu", kataku mantap.

Tak banyak kegiatan yang kita lakukan di sore ini. Hanya duduk, menatap jalan lintas kota yang banyak dilewati mobil dan beberapa truk. Namun kian banyak truk yang melintas dan menerbangkan debu-debu jalanan, aku kian menyukai senja ini, karena ada kamu di antaranya.

Sinar jingga matahari yang hangat jatuh tepat diwajahmu, membuatmu terlihat makin sempurna diantara sela-sela ceritamu. Aku menyukai itu. Ketika kamu merangkai kata demi kata menjadi sebuah kisah perjalanan hidupmu yang terdengar begitu menyenangkan di telingaku. Selalu ada senyum dan sesekali tawa kecil di setiap akhir ceritamu. Aku suka itu. Mendengarkanmu, menatap mata beningmu, memperhatikan senyummu. Terkadang aku ikut tertawa dengan kisah konyolmu. Sungguh, aku benar-benar menyukai itu.

Satu setengah jam berlalu dan pertemuan singkat ini harus ku akhiri karena matahari semakin bersembunyi di ufuk barat.

"Kamu hati-hati di jalan yah.."

Sekali lagi, entah bagaimana, kamu membuatku semakin menyayangimu. Sayang yang muncul secara sederhana. Perasaan yang bergelayut dalam rongga dadaku, semakin membesar dan memenuhi syaraf otakku tiap kali bayangmu hadir menyapaku.

Kamu istimewa, kamu berbeda, kamu luar biasa. Kata-kata itu yang selalu memekik keras di hatiku. Kamu pandai bercerita dengan sangat baik, sedangkanku hanya mampu menuliskan kisahku. Kamu mampu membuatku tertawa, sedang aku hanya mampu tersenyum tiap kali mengingatmu. Kamu mampu mencairkan suasana, sedangkan aku hanya terpaku diam tiap kali berhadapan denganmu. Kamu mampu membuat setiap sel di otakku dipenuhi dengan namamu, sedangkan aku, aku bahkan tak tau bagaimana cara membuatmu merindukan aku. 

Mungkin aku yang telah menemukanmu. Mungkin juga kamu yang telah menemukanku. Atau mungkin Tuhan yang telah mempertemukan kita. Seperti kepingan puzzle terakhir, kamu menyempurnakanku.