Wednesday, August 21, 2013

Dendang Sore Hari


Sore tadi sunyi menghampiriku, memintaku menemaninya berbincang, menunggu senja datang. Ia bercerita, tentang sebuah sosok yang kini hilang. Sebuah sosok yang sering mencuat dari lamunannya, menguasai alam bawah sadarnya, dan menciptakan buih-buih rasa di hatinya.

Sosok itu, yang menciptakan satu kata bernama rindu dengan lantang menusuk rongga-rongga hati kecilnya. Merobek kenangan yang ia susun rapi dalam kotak kayu yang ia namakan "kamu". Kenangan, yang mungkin berjuta jumlahnya, berlabelkan kata yang sama, kamu. Sang sunyi begitu menggilai sosok itu, dan merindukannya dengan sangat. Entahlah, aku tak mengerti mengapa sebuah rasa bisa menimbulkan ekspresi yang begitu menggebu.

Aku mendengarkan. Aku paham. Ia hanya sedang mencoba mencicipi rasa yang tak bisa kau wakilkan hanya dengan satu kata. Rasa yang dulu, dulu sekali pernah ada dan bermain-main di taman hatinya. Rasa yang kemudian memudar, dan hambar. Rasa yang mengejang diterpa langkah waktu yang merentang panjang. Rasa yang dulu hingar terikat ikrar, kini terkulai bagai semai dihempas badai.

Senja datang, menjemput sang sunyi. Dengan mega merah yang selalu menemaninya melintasi sore, yang dengan diam-diam memilih malam dan temaram untuk menghapus siang.

hening.

Sunyi pergi, aku sendiri.

Brak! Sunyi melemparkan kotak kayunya. Kudapati sebuah sosok; kamu.