Friday, August 30, 2013

Philophobia



"Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya"


Dahulu sekali, aku pernah berangan-angan untuk menjadi seorang pecinta. Seorang pujangga yang kan mangalunkan beribu sajak yang kutulis dengan tinta emas. Ribuan kata yang kukumpulkan dari semai hati yang kau pupuk dan bersemi. Dahulu sekali, aku pernah begitu ingin, merasakan kasih sayang seorang pria. Kasih sayang tulus, yang hanya disematnya untukku seorang.


Dahulu sekali, kenangan dan angan-angan itu terasa begitu indah. Membawaku ke pintu-pintu nirwana, tempat dimana para pecinta tinggal dan melayang bahagia. Mimpi-mimpi itu begitu manis untuk diwujudkan. Begitu syahdu untuk di dendangkan. Begitu candu dan buatku mati dalam haru.


Dahulu sekali semuanya terlihat tanpa ragu. Sampai aku tahu, keinginanku berubah biru. Katakutanku tak lagi semu. Dikala aku mencicipi rindu, merasakan dicinta olehmu. Dikala hatiku meletup-letup dan pipiku memerah. Kau pernah buatku begitu merasa teristimewa, merasa aku satu-satunya, merasakan semanis-manisnya cinta. Namun yang tersisa dari segala prasangka adalah luka. Yang tertoreh di hati hanyalah benci. Dan aku tak mau jatuh cinta lagi.


Kini aku hanya membaca kisah-kisah manis yang tertulis di tumpukan novel-novel cinta di rak bukuku. Aku mendengar tawa-tawa gadis yang terhanyut buai asmara. Melihat tangis-tangis pilu akibat manusia belang yang tak tahu malu. Tak ada. Tak ada bersit yang menempel di dada. Semuanya hampa. Tangisku mendera, ketakutanku kian melara. Aku takut jatuh cinta. Aku takut mereka kan menebar racun yang membuat lukaku menganga, kian terbuka, membusuk dan perih.


Ku perban semua siksa dan kukubur deritaku dalam-dalam. Aku ingin merasakan lagi, apa yang dahulu sekali pernah kumimpi. Nyatanya, saat jemariku mulai terisi, ketakutan itu muncul lagi. aku bagai di rajam jeruji besi.


Akankah kau selamanya mencintaiku?
Tidakkah kau kan menyakitiku?
Bagaimana bila aku sakit hati lagi?
Bagaimana bila kau, pria yang kucintai, ternyata tega mengkhianati?


Aku ingin mencinta. Sangat-sangat ingin merasakan senyum di hatiku, akibat nama seorang pria yang kutemui di ujung waktu. Tapi aku takut. Sangat-sangat takut melakukannya. Aku tak ingin merasakannya. Rasa yang entah apa namanya. Yang membuatku sesak. Yang membuatku gila. Aku, philophobia..